Senin, 18 Oktober 2010

Konsep Belajar Menurut Islam

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Konsep Belajar Menurut Islam
Belajar dapat diartikan sebagai suatu perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman atau tingkah laku. Yang dimaksud dengan pengalaman adalah segala kejadian (peristiwa) yang secara sengaja maupun tidak sengaja dialami setiap orang. Sedangkan latihan merupakan kejadian yang dengan sengaja dilakukan setiap orang secara berulang-ulang.[1]
A.    Pandangan Al-Qur’an dan Hadits dalam Belajar
Belajar sebagai aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, bukan hanya berasal dari hasil renungan manusia semata. Ajaran agama sebagai pedoman hidup manusia juga menganjurkan manusia untuk selalu melakukan kegiatan belajar dan belajar juga dapat memberikan kebaikan kepada manusia.
Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Al-Qur’an dan Hadits mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Dalam Al-Qur’an, kata al-‘ilm dan kata-kata turunnya digunakan lebih dari 780 kali. Ada beberapa ayat yang di wahyukan kepada Rasulullah dalam pentingnya membaca, menulis, dan ajaran untuk manusia.
Ayat yang pertama, yakni:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Al-Alaq 1-5)
Sejak turunnya wahyu yang pertama kepada Muhammad Saw. Islam telah menekankan perintah untuk belajar. Ayat pertama dapat menjadi bukti bahwa Al-Qur’an memandang belajar itu sangat penting agar manusia dapat memahami seluruh kejadian yang ada di sekitanya, sehingga dapat meningkatkan rasa syukur dan mengakui akan kebesaran Allah.
            Menurut Quraisy Syihab (1997), iqra’ berasal dari akar kata yang berarti menghimpun yang artinya menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu dan membaca baik teks tertulis maupun tidak tertulis. Wahyu yang pertama juga tidak menjelaskan apa yang dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja, selama bacaan tersebut dengan nama Allah dan disandarkan kepada Allah (Bismi Rabbik), dalam arti bermanfaat dalam kemanusian.
            Selain Al-Qur’an, Hadits Nabi Muhammad Saw juga memuji pentingnya ilmu dan orang-orang yang terdidik. Adapun contoh Hadits mengenai pentingnya belajar dan menuntut ilmu adalah:
Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”[2]

B.     Arti Penting Belajar Menurut Al-Qur’an
Agama Islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk selalu belajar. Bahkan, adanya kewajiban dalam Islam bagi setiap orang yang beriman untuk selalu belajar. Segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah pasti terdapat hikmah di dalamnya. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan belajar, antara lain:
1.      Bahwa orang yang belajar akan mendapatkan ilmu yang dapat digunakan untuk memecahkan segala masalah yang dihadapinya di kehidupan dunia. Dengan demikian orang yang tidak pernah belajar tidak akan memliki ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas. Dalam firman Allah:
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ

“Apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar: 9)

2.      Manusia dapat mengetahui dan memahami apa yang dilakukannya karena Allah sangat membenci orang yang tidak memiliki pengetahuan akan apa yang dilakukannya karena setiap apa yang diperbuat akan dimintai pertanggungjawabannya. Firman Allah:
Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al-Isra’: 36).

3.      Dengan ilmu yang dimilikinya melalui proses belajar mampu mengangkat derajatnya di mata Allah. Firman Allah:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadalah:11)[3]

C.    Cara Belajar Menurut Islam
Dalam Al-Qur’an, cara belajar untuk menghasilkan perubahan tingkah laku manusia dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu:
1.      Ilmu (perubahan) yang diperoleh tanpa usaha manusia (ilmu ladunni). Seperti dalam QS. Al-Kahfi ayat 65, yaitu:
#yy`uqsù #Yö6tã ô`ÏiB !$tRÏŠ$t6Ïã çm»oY÷s?#uä ZpyJômu ô`ÏiB $tRÏZÏã çm»oY÷K¯=tæur `ÏB $¯Rà$©! $VJù=Ïã ÇÏÎÈ
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami, yang Telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang Telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”.

2.       Ilmu yang diperoleh karena usaha manusia (ilmu kasbi) seperi dalam firman Allah Qs. Al-Ra’d: 11:
¼çms9 ×M»t7Ée)yèãB .`ÏiB Èû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz ¼çmtRqÝàxÿøts ô`ÏB ̍øBr& «!$# 3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sŒÎ)ur yŠ#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß Ÿxsù ¨ŠttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrߊ `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ  
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.

Menurut Najati (2005), dalam Al-Qur’an cara belajar yang membutuhkan usaha manusia dapat melalui beberapa cara, antara lain:[4]
a.      Belajar melalui imitasi
Di awal perkembangannya, seorang bayi hanya mengikuti apa yang dilakukan ibunya dan orang-orang yang berada di dekatnya. Ketika dewasa, tingkat perkembangan manusia semakin kompleks meskipun meniru masih menjadi salah satu cara untuk belajar. Tetapi, sumber belajar itu tidak lagi berasal dari orang tua ataupun orang-orang yang berada di dekatnya melainkan orang-orang yang sudah mereka kenal misalnya, orang terkenal, penulis, ulama dan lain-lain. Maka teladan yang baik merupakan sesuatu yang sangat penting dalam membentuk perilaku manusia.
b.      Pengalaman Praktis dan trial and error.
Dalam hidup, manusia terkadang menghadapi situasi yang menuntutnya untuk cepat tanggap terhadap permasalahan yang ada tanpa ada pembelajaran sebelumnya. Sehingga, manusia terkadang mencoba-coba segala cara untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Hal ini menunjukkan bagaimana Al-Qur’an mendorong manusia untuk belajar melalui pengamatan (observasi) terhadap berbagai objek, pengalaman praktis dalam kehidupan, dan interaksi serta peristiwa-peristiwa yang terjadi da alam sekitarnya. Semua ini dapat dilakukan dengan cara mengamati melalui pengalaman praktis dan coba-coba (trial and error) serta berfikir.  
c.       Berfikir
Berfikir merupakan salah satu pilihan manusia untuk mencoba memperoleh informasi. Dengan berfikir, manusia dapat belajar dengan melakukan trial and error secara intelektual (Ustman Najati, 2005). Dalam proses berfikir, manusia sering menghadirkan beberapa macam solusi atas permasalah yang didapatkannya sebelum akhirnya mereka menjatuhkan pilihan pada satu solusi. Oleh karena itu, para psikolog mengatakan bahwa berfikir merupakan proses belajar yang paling tinggi.
Dalam Al-Qur’an, banyak sekali ayat yang memerintahkan manusia untuk selalu menggunakan akal dan memahami serta merenungi segala ciptaan dan kebesaran Allah di alam ini. Salah satu contohnya adalah:
Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ n<Î) È@Î/M}$# y#øŸ2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#øŸ2 ôMyèÏùâ ÇÊÑÈ n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#øx. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ n<Î)ur ÇÚöF{$# y#øx. ôMysÏÜß ÇËÉÈ
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan”. (Q.S.Al-Ghasyiah: 17-20)
Selanjutnya, salah satu metode yang dapat memperjelas dan memahami sebuah pemikiran seseorang adalah dengan menggunakan diskusi, dialog, konsultasi dan berkomunikasi dengan orang lain (Utsman Najati, 2005). Hal senada juga pernah diungkapkan oleh salah satu Vygotsky, yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang akan berkembang apabila dia berinteraksi dengan orang lain, dengan demikian, belajar manusia dapat berkembang ketika kognitif mereka berkembang.
Ustman Najati menyatakan bahwa aktivitas berfikir manusia saat belajar tidak selalu menghasilkan pemikiran yang benar. Adakalanya kesalahan mewawrnai proses penetuan solusi atas masalah yang dihadapi. Dan dalam kondisi seperti ini, manusia sering mengalami hambatan dan berfikir statis dalam berpikir, dan tidak mau menerima pendapat-pendapat dan pikiran-pikiran baru.

D.    Sarana Belajar Menurut Islam
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur   öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (QS Al-Nahl: 78)
Dalam ayat di atas, dikatakan bahwa dalam proses belajar atau mencari ilmu manusia telah diberi sarana fisik berupa indera eksternal yaitu mata dan telinga, serta sarana psikis berupa daya nalar atau intelektual.

1. Sarana Fisik
Terdapat dua panca indera manusia yang membantunya untuk melakukan kegiatan belajar yakni, mata dan telinga. Tidak bisa dipungkiri kedua panca indera ini menjadi sesuatu yang mutlak digunakan ketika belajar. Dua panca indera ini pula sering disebutkan dalam Al-Qur’an. Meskipun demikian, indra peraba, perasa, dan penciuman juga mampu memberikan kontribusi pada saat belajar. Dalam ayat QS. Al-An’am (7)
öqs9ur $uZø9¨tR y7øn=tã $Y7»tFÏ. Îû <¨$sÛöÏ% çnqÝ¡yJn=sù öNÍkÏ÷ƒr'Î/ tA$s)s9 tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ÷bÎ) !#x»yd žwÎ) ֍ósÅ ×ûüÎ7B ÇÐÈ
Dan kalau kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.
2. Sarana Psikis
a. Akal
Akal merupakan bagian dari sarana psikis. Akal dapat diartikan sebagai daya pikir atau potensi intelegensi (Bastaman, 1997). Akal identik dengan daya pikir otak yang mengantarkannya pada pemikiran yang logis dan rasional.
Arti penting daya nalar dan berfikir logis-rasional dikisahkannya saat para penghuni neraka enggan menggunakan akal meraka untuk memikirkan peringatan Tuhan.
(#qä9$s%ur öqs9 $¨Zä. ßìyJó¡nS ÷rr& ã@É)÷ètR $tB $¨Zä. þÎû É=»ptõ¾r& ÎŽÏè¡¡9$# ÇÊÉÈ
 “Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.

b. Qalb
Qalb mempunyai dua arti, yakni fisik dan metafisik. Qalbu dalam arti fisik adalah jantung dan dalam arti metafisik adalah karunia Tuhan yang halus yang bersifat rohaniah dan ketuhanan yang ada hubungannya dengan jantung.
Qalb dapat digunakan sebagai alat untuk memahami realitas ciptaan Tuhan, dijelaskan dalam QS Al-A’raf 179.
ôs)s9ur $tRù&usŒ zO¨YygyfÏ9 #ZŽÏWŸ2 šÆÏiB Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ( öNçlm; Ò>qè=è% žw šcqßgs)øÿtƒ $pkÍ5 öNçlm;ur ×ûãüôãr& žw tbrçŽÅÇö7ム$pkÍ5 öNçlm;ur ×b#sŒ#uä žw tbqãèuKó¡o !$pkÍ5 4 y7Í´¯»s9'ré& ÉO»yè÷RF{$%x. ö@t/ öNèd @|Êr& 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd šcqè=Ïÿ»tóø9$# ÇÊÐÒÈ  
Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai”. (QS Al-A’raf 179)


[1] Muhaimin, 1996. Strategi Belajar Mengajar. Surabaya: Citra Media, hal 30

[2] Baharuddin, dkk. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran: Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, hal 30-32

[3] Loc.Cit hal 32-34
[4] http://fisikaumm.blogspot.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar