Senin, 18 Oktober 2010

Teori Belajar Tuntas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Makalah ini dibuat dengan latar belakang untuk memberikan pejelasan secara mendetail kepada para pembaca tentang seluk beluk Konsep belajar dan pembelajaran dalam khazanah Islam. Dalam khazanah Islam Wahyu yang pertama yang di terima oleh Rosulullah memperlihatkan pada pentingnya proses pembelajaran (pendidikan) kata (“Iqra’, al qalam, malam ya’lam”) dalam surat Al-Alaq merupakan tern-tern yang menunjukkan pada pendidikan. Kata “Iqra’ menunjukkan pada kegiatan membaca, “al-qalam” mengisyatkan kegiatan untuk menulis, sedangkan kata “ma lam ya’lam” menunjukkan pada obyek dalam pendidkan. Jadi wahyu ini sangat mendukung terhadap kegiatan belajar dan pembelajaran.
Pada periode pertama yaitu sejak nabi di utus sebagai rosul hingga hijrah ke madinah, kurang lebih sejak tahun 611-622 M. system pendidikan Islam bertumpuh kepada nabi, seakan akan tidak ada yang mempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan materi-materi tentang pendidikan, salain nabi. Nabi awalnya melakukan pendidikan secara sembunyi-sembunyi, terutama kepada keluarganya, disamping dengan berpdato dan ceramah, juga memberi pengajaran  dari ayat-ayat AlQur’an.
sebagaimana yang telah disampaikan oleh Syekh al-Zarnuzi di dalam kitabnya ta’limul muta’allim thoriqat-ta’allum. Cita-cita yang tinggi pula yang akan mampu menggugah semangat para remaja muslim untuk menambah dan memperluas pengetahuannya dengan cara memperbanyak belajar.

1.2         Rumusan Masalah
1.    Pendekatan apakah yang di lakukan Rosulullah ?
2.    Terdiri dari berapa periode dalam pendekatan nya?
3.    Kedudukan murid, guru dan ilmu?
4.    Apa syarat rukun pembelajaran menurut Al-Ghozali?
5.    Konsep apa yang di terapkan oleh Az-Zarnuzi?
1.3         Tujuan
1.    Mengetahui macam-macam pendekatan yang dilakukan oleh Rosulullah.
2.    Mengetahui periode pendekatannya.
3.    Mengetahui kedudukan murid guru dan ilmu.
4.    Mengetahui rukun pembelajaran menurut Al-Ghazali.
5.    Mengetahui konseb yang diterapkan oleh Az-Zarmuzi

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pendekatan belajar dan pembelajaran pada masa Rosulullah.
Wahyu yang pertama yang di terima oleh Rosulullah memperlihatkan pada pentingnya proses pembelajaran (pendidikan) kata (“Iqra’, al qalam, malam ya’lam”) dalam surat Al-Alaq merupakan tern-tern yang menunjukkan pada pendidikan. Kata “Iqra’ menunjukkan pada kegiatan membaca, “al-qalam” mengisyatkan kegiatan untuk menulis, sedangkan kata “ma lam ya’lam” menunjukkan pada obyek dalam pendidkan. Jadi wahyu ini sangat mendukung terhadap kegiatan belajar dan pembelajaran.
            Rosulullah melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan, seperti mengadakan pembelajaran (ta’lim) kepada para sahabat-sahabatnya untuk mengetahui ajaran-ajaran Islam sehingga Rosulllah membuat komplek belajar yang di sebut “ Darul Arqam”. Darul Arqam merupakan salah satu bukti perhatian rosuluullah terhadap proses belajar dan pembelajaran. Itulah yang pertama terbentuk jama’ah Islamiyyah yang pertama. Pendididkan pada masa Rosulullah dapat dibedakan menjadi dua periode : periode Makkah dan periode Madinah.

1.    Periode Makkah.
Pada periode pertama yaitu sejak nabi di utus sebagai rosul hingga hijrah ke madinah, kurang lebih sejak tahun 611-622 M. system pendidikan Islam bertumpuh kepada nabi, seakan akan tidak ada yang mempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan materi-materi tentang pendidikan, salain nabi. Nabi awalnya melakukan pendidikan secara sembunyi-sembunyi, terutama kepada keluarganya, disamping dengan berpdato dan ceramah, juga memberi pengajaran  dari ayat-ayat AlQur’an.
            Sebelum kelahiran Islam, yang di sebut masa jahiliah. Masyarakat Hijas telah belajar membaca dan menulis kepada masyarakat Himyariyin. Sedangkan yang pertama kali belajar membaca dan menulis antara penduduk Makkah adalah Sufyan ibn Umayyah dan Abu Qois ibn ‘abd al Manaf, yang keduanya belajar ke Bisyri ibn ‘abd al-Malik. Kepada keduanya lah penduduk Makkah belajar membaca dan menulis. Oleh karena itu dapat kita pahami, ketika nabi menyiarkan agama Islam sekitar tahun 610 M. di masyarakat Qurays baru ada 17 laki-laki dan 5 wanita yang pandai membaca  dan menulis.
            Secara Umum rosulullah menerangkan kajian bembelajaran keagamaan yang menitik beratkan kepada ibadah, sepertiberiman kepada Allah, para rasulnya,  beriman pada hari kiamat. Serta amal ibadah, seperti Sholat, selain itu rosulullah juga mengajarkan materi Akhlak, agar manusia bertingkah laku dengan akhlak mulia dan menjauhi kelakuan jahat.

2.    Periode Madinah.
            Pada periode ini pada tahun 622-632 M. Usaha pendidikan nabi yang pertama adalah membangun masjid. Melalui pendidikan masjid ini nabi mengajak belajar dalam pndidikan Islam, Ia memperkuat persatuan di antara kaum muslimin, terutama kepada penduduk Anshar dan pendudk Muhajirin. Pada periode ini ayay-ayat Al-Qur’an yang di terima hanya 22 surat.
            Secara umum materi pembelajaran berkisar pada empat bidang: belajar keagamaan, pendidikah akhlak, pendidikan kesehatan jasmani dan pengetahuan yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Pada bidang keagamaan terdiri dari keimanan dan ibadah, seperti sholat, puasa, haji dan zakat. Sedangkan pendidikan akhlak lebih menekan kepada penguatan basis mental yang telah di lakukan pada periode Makkah. Dan pendidikan kesehatan jasmani lebih di tekankan pada penerapan dari nilai-nilai yang dipahami dari amaliah ibadah, seperti ma’nah wudlu’, sholat, puasa dan haji. Sedangkan pendidikan yang berkaitan dengan kemasyarakatan, meliputi pada bidang social, ekonomi dan hokum.
Metode yang di kembangkan oleh nab dalam bidang keimanan adalah Tanya jawab dengan perasaan yang halus. Metode pembelajaran yang di pakai nabi pada materi ibadah biasanya menggunakan metode peneladanan, yakni nabi memerikan contoh dan petunjuk serta amalan yang jelas sehingga masyarakat mudah untuk meniru. Sedangka dala bidang Akhlak nabi membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi kisah-kisah umat terdahulu yang kemudian dijabarkan ma’nah dari kisah-kisah itu. Dalam pembelajaran nabi tampil dalam kehidupan sebagai orang yang memiliki kemulyaan dan keagungan, baik dalam ucapan, perbuatan maupun tindakannya.[1]

Kedudukan Ilmu, Guru dan Murid dalam khazanah Islam
1.    Kedudukan ilmu :
Ilmu sebagai pedoman bagi setiap diri manusia. Dalam Islam mencari ilmu adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar mulai dari buaian sampai liang lahad. Menuntut ilmu wajib bagi muslim dan muslimat.NabiSaw.bersabda:Carilah ilmu walaupun di negeri Cina”.
Menurut Al-Ghazali ilmu terbagi kepada tiga bagian, sebagai berikut :
            Pertama, ilmu-ilmu terkutuk baik sedikit maupun banyak, yaitu ilmu yang tidak ada manfaatnya, baik didunia maupun di akhirat, seperti ilmu sihir, ilmu nujum, dan ilmu ramalan.
            Kedua, ilmu-ilmu yang terpuji baik yang sedikit maupun yang banyak, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan peribadatan dan macam-macamnya, seperti ilmu yang berkaitan dengan kebersihan diri dari cacat dan dosa serta ilmu dapat menjadi bekal bagi seseorang yang mengajarkan manusia tentang cara-cara mendekatkan diri kepada Allah dan melakukan sesuatu yang diridhoinya, serta dapat membekali hidupnya diakhirat.
            Terhadap ilmu yang model kedua ini Al-Ghazali membaginya kepada dua bagian, yaitu wajib ain dan wajib kifayah. Selanjjutnya Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu yang wajib dipelajari adalah mengenai dzat dan sifat-Nya. Sementara yang lain memandang bahwa ilmu yang wajib adalah ilmu Al-qur’an dan As-sunah, karena seseorang dapat mengenal agama dengan baik dan dapat senakin yakin dengan Allah.
            Al-Ghazali memangdang bahwa ilmu-ilmu yang wajib ain bagi setiap muslim adalah ilmu-ilmu agama dengan segala jenisnya, mulai dari kitab Allah, ibadah yang pokok seperti sholat, puasa, zakat dan sebagainya.
            Sedangkan ilmu yang termasuk fardhu kifayah adalah semua ilmu yang mungkin diabaikan untuk kelancaran semua urusan, seperti ilmu kedokteran yang menyangkut keselamatan tubuh atau ilmu hitung yang sangat diperlukan dalam hubunganmu’amalah pembagian wasiat dan warisan dan lain sebagainya.
            Ketiga, ilmu-ilmu yang terpuji dalam kadar tertentu, atau sedikit dan tercela jika dipelajarinya secara mendalam, karena dengan mempelajarinya secara mendalam akan menyebabkan terjadinya kekacauan dan kesemrawutan antara keyakinan dan keraguan, serta dapat pula membawa pada kekafiran seperti ilmu filsafat. Mengenai ilmu filsafat dibagi oleh Al_Ghazali menjadi ilmu matematika, ilmu-ilmu logika, ilmu illahiyat, ilmu fisika, ilmu politik, dan ilmu etika[2].

2.    Kedudukan guru.
            Salah satu unsur terpenting dari proses kependidikan, adalah guru. Guru sebagai pengajar dari peserta didik, guru mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menghantarkan peserta didik ke arah yang di cita-cita kan. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan cultural transition´yang bersifat dinamis ke arah suatu perubahan secara kontiniu, sebagai sarana vital bagi membangun kebudayaan dan peradaban manusia. Dalam hal ini Guru bertanggung jawab memenuhi kebutuhan peserta didik, baik spiritual, moral maupun intlektual peserta didik.
Guru adalah orang yang berusaha membimbing, meningkattkan dan mensucikan hati sehingga menjad dekat pada khaliqnya. Tugas ini di dasarkan pada pandangan bahwa manusia merupakan makhluk yang mulia, kesempurnaan manusia terletak pada kesucian hatinya.
            Secara umum, Guru adalah orang yang memiliki tanggung jawab untk mrendidik. Sementara secara khusus, guru dalam perspective pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afectif, kognitif, maupun psikomotorik   sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Selain itu juga pekembangan jasmani dan rohani agar mencapai tingkat kedewasaan, sehingga mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiannya sebagai “kholifah”. [3]
3.    Kedudukan Murid.
Dalam perspective pendidikan Islam, Murid adalah merupakan Subyek dan Obyek, oleh karnanya aktivitas kependidikan tidak akan pernah terlaksanah tanpa keterlibatan peserta didik di dalamnya. Pengertian yang utuh tenatang konsep peserta didik merupakan salah satu factor yang perlu diketahi oleh pihak, terutama guru yang terlibat langsung dalam proses pendidikan/pengajaran. Tanpa adanya pemahaman terhadap peserta didik, sulit rasanya bagi seorang pendidik untuk menghantarkan peserta didik ke rah tujuan yang di inginkan.
            Dalam perspective Islam, Murid merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki jejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu di kembangkan. Selain itu juga memliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan, dan memiliki bakat yang perlu dikembangkan. Murid sangat memerlukan bimbingan orang lain (guru) untuk membantu mengarahka mengembangkan potensi yang dimilikiya, serta membmbingnya menuju kedewasaan. Potensi suatu kemampuan dasar yang dimilikinya tidak akan tumbuh dan berkembang secara optimal tampa bimbingan seorang pendidik (guru). Hal ii sangat beralasan karena melalui pemahaman tersebut akan membantu murid dala melaksanakan dan fungsinya melalui berbagai aktivitas pembelajaran.[4] 

B.  Syarat Rukun Belajar Menurut Al-Ghozali.
1.    Seseorang yang hendak belajar harus :
1. mengetahui seluk-beluk syari’at, mana yang didahulukan dan mana yang wajib dikemudiankan.. 
2. seseorang mujtahid harus menjauhi dosa, Membersikan hati dengan berbagai penyakit hati. Seperti: Iri, dengki
3. Mendekatkan diri kepada sang Khiliq, dengan banyak berdoa, karena ilmu akan tanpak ketika seseoarang sudah dekat dengan Allah.
4. Mencintai ilmu yang hendak di pelajari.
5. sesorang yang hendak belajar harus terhindar dari penyakit toma’. Karna seseorang ketiaka mempunya sifat itu di saat sedang belajar maka akan sulit untuk menguasainya.
     persyaratan inilah sebagai landasan dalam Proses belajar dan pembelajaran

2.  Rukun
    Menurut al-Ghazāli bahwa ketika seseorang belajar  ialah menggambarkan sesuatu yang diperjuangkan dan menghabiskan usaha dalam sebuah aktifitas, ada beberapa rukun yang harus di pelajari bagi seorang murid yang hendak belajar. Dalam Belajar murid harus :
1.    Bersifat tawddu’ ( rendah hati). Dengan ketawaddu’an, seseorang akan lebih mudah membantu dalam proses nya. Contoh: dalam belajar nya seorang santri harus bersifat ta’dim terhadap ustadz nya.
2.    Bersikap hati-hati, menhindari dari makanan yang menyebabkan kemalasan dan kebodohan.
3.    Belajar nya benar-benar karena Allah.
4.    Berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri. Dan panjang masanya.
5.    Teguh dan sabar dalam belajar. Karena  kesabaran dan keteguhan merupakan modal yangbesar dalam segala hal. Seorang pelajar harus sabar menghadapi berbagai cobaan dan bencana.Di samping berjiwa sabar dalam menuntut ilmu, juga diperlukan bekal yang memadai dan waktu yang cukup serta kemampuan otak.
Untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat. KH.Hasyim Asy’ari menyarankan kepadea pelajar untuk memperhatikan enam etika yang mesti dicamkan ketika belajar.
1.    Memiliki niat yang tulus.
2.    Bukan mengharap sesuatu yang material.
3.    Bersabar dan memiliki sifat Qona’ah.
4.    Memanfaatkan waktu dengan baik.
5.    Tidak memerbanyak tidur.
6.    Menghindari dari hal-hal yang kurang bermanfaat.

Riwayat Hidup Al-Ghazali
            Nama lengkanya adalah Abu hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali dilahirkan di Thus, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M. Ayahnya seorang peminta wool, yang selalu meminta dan menjualnya sendiri di Kota itu[5]. Al-Ghazali mempunyai seorang saudara. Ketika akan meninggal, ayahnya berpesan kepada sahabat setianya agar kedua putranya itu di asuh dan disempurnakan pendidikannya setuntas-tuntasnya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah Al-Ghazali. Kedua anak itu dididik dan disekolahkan, setelah harta pusaka peninggalan ayah mereka habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampu-mampunya.
            Ayah Al-Ghazali adalah seorang fakir yang sholeh, beliau tidak mau makan kecuali dari karya tangannya sendiri, yakni dengan bekerja meminta benang. Di waktu kosong beliau suka mengaji ke salah seorang ulama’ dan duduk bersamanya. Beliau apabila mendengar nasihat dan wejangan dari para ulama’ khususnya beliau selalu menangis dan meminta kepada Allah agar anaknya dijadikan sebagai oaring alim yang bisa memberikan dakwah ilmu. Hanya saja, kehendak Allah tidak memberinya kesempatan untuk menyaksikan apa yang menjadi harapanya, namun harapanya telah terkabulkan dan doanya juga diterima oleh Allah[6].
meninggal dunia di kota Thus kota keklahirannya, pada tahun 505 H atau 1111 M.[7]

C.  Konsep belajar dan pembelajaran menurut az-Zarnuzi.
Konsep pembelajaran yang di kemukakan oleh Az-Zarnuzi secara monumental di tuangkan dalm karyanya yaitu: “Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum” kitab ini banyak dikuasai sebagai suatu karaya yang jenial dan menumental serta sangat di perhitungkan keberadaannya. Kitab ini banyak pula dijadikan bahan rujukan, terutama dari bidang pendidikan. Keistimewaan lainnya dari kitab “Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum” tersebut terletak pada materi yang terkandung. Sekalipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membicarakan tentang metode belajar, namun selain itu juga membahas tentang tujuan belajar, prinsip belajar, strategi belajar dan lain sebagainya yang secara keseluruannya didasarkan pada moral religious. Di Indonesia, kitab “Ta’lim al-Muta’allim” dikaji dan di pelajari hamperdi setiap lembaga pendididkan Islam, terutama di lembaga pendidikan klasik tradisional seperti Pesantren.
 Dari kitab tersebut dapat di ketahui tentang konsep pembelajaran dan pendidikan Islam yang dikemukakan Az-Zarnuzi. Secara umum kitab ini mencakup 13 pasal, 1). Pengertian Ilmu. 2) Niat di kala belajar. 3)Memilih ilmu, guru dan teman serta ketabahan dalam belajar. 4). Menghormati ilmu dan ‘ulama’. 5). Ketekuanan dan cita-cita luhur. 6). Permulaan dan itensitas belajar serta tata tertibnya. 7). Tawakkal kepada Allah. 8). Masa belajar. 9). Kasih sayang dan memberi nasehat. 10). Mengambil hikmah pelajaran. 11). Menjaga diri dari yang haram dan yan subhat pada masa belajar 12) . Penyebab hafal dan lupa.13). Masalah rizki dan umur.
Menurut Az-Zarnuzi, belajar bernilai ibadah dan mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan duniawi dan ukhrawi, karena itu belajar haruslah di niati untuk mencari ridlo Allah, kebahagiaan akhirat, mengembangkan dan melestarikan Islam, mensyukuri nikmat akal dan menghilangkan kebodohan.
            Dimensi ini yang di maksud adalah sejalan dengan konsep pemikiran para ahli pendidik, yakni menekankan bahwa proses belajar dan pembelajaran hendaknya mampu menghasilkan ilmu yang berupa kemampuan pada tiga rana yang menjadi tujuan pembelajaran, baik rana Koknitif, Afektif maupun psikomotorik.
            Adapun dimensi ukhrawi Az-Zarnuzi menekankan agar belajar adalah prosese untuk mendapatkan ilmu, hendaknya diniati untuk beribadah, Artinya : belajar adalah sebagai perwujudan rasa syukur manusia sebagai hamba kepada Allah SWT yang telah mengaruniakan Akal, selebih nya hasil proses belajar dan pembelajaran yang berupa ilmu (kemampuan dalam tiga rana tersebut) hendak nya dapat di amalkan dan di manfaatkan sebaik mungkin untuk kemaslahatan diri dan manusia. Buah ilmu adalah amal, Pengamalan serta kemamfaatan ilmu hendaknya dalam keridhoan Allah Sehingga bisa menghilangkan kebodohan. Inilah buah dari ilmu yang menurut Az-Zarnizi akan dapat menghantarkan kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
sebagaimana yang telah disampaikan oleh Syekh al-Zarnuzi di dalam kitabnya ta’limul muta’allim thoriqat-ta’allum. Cita-cita yang tinggi pula yang akan mampu menggugah semangat para remaja muslim untuk menambah dan memperluas pengetahuannya dengan cara memperbanyak belajar. Cita-cita yang tinggi tidak akan dapat dicapai tanpa adanya usaha yang giat, gigih, dan sungguh karena di balik kesulitan itu terdapat kemudahan yang sedang menunggu dan menjemputnya.
            Belajar merupakan jendela yang terbesar bagi masuknya pengetahuan kepada peserta didik. Semakin banyak belajar, semakin luas pula pengetahuan nya. Pengetahuan bukanlah tujuan utama, ilmu hanyalah sebuah jembatan untuk mencapai tujuan. Tujuan dari sebuah pengetahuan adalah buahnya, yaitu penerapan dari pengetahuan tersebut sebab pengetahuan yang tidak dilanjutkan dengan adanya penerapan, sia-sialah pengetahuan tersebut. Ilmu yang tidak diamalkan laksana pohon yang tidak berbuah, tidak begitu banyak manfaatnya sebagaimana disebutkan didalam kitab al-Muntakhobat juz 2. Semakin luas pengetahuan yang dimiliki oleh para remaja muslim, maka kesempatan untuk menggapai cita-citanya semakin besar. Hal ini dapat membantu dan mempermudah para remaja muslim untuk mendapatkan dan menggapai cita-cita yang diinginkan. Imam as-Syafi’i pernah berkata ”Siapa yang mengharap dunia, maka harus didapatkan dengan ilmunya, dan siapa yang mengharapkan akhirat, maka harus mempunyai ilmunya”. Pernyataan Imam as-Syafi’i ini semakin memperjelas bahwa ilmu hanyalah berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.”
            Usia dan waktu yang kita miliki sangatlah terbatas, sedangkan jumlah pengetahuan sangatlah banyak dan tak terhitung jumlah. Untuk menguasai satu ilmu saja, harus memulai dan menjalani beberapa tahapan. Dengan adanya tahapan tersebut perlu kiranya bagi para remaja mempelajari ilmu sejak usia muda. Sebagai generasi muda, para remaja mempunyai kesempatan yang banyak untuk mendapatkan pengetahuan yang luas dengan cara memperbanyak membaca. Di depan sudah disebutkan bahwa belajar di usia remaja lebih efektif dibanding belajar pada usia dewasa. Daya ingat para remaja dan memorinya lebih kuat dibandingkan daya ingat orang dewasa. Hal ini dapat membantu para remaja untuk mengumpulkan pengetahuan seluas mungkin dan pengetahuan itu tidak mudah hilang.
            Konsentrasi di dalam belajar itu sangatlah penting dan dibutuhkan agar dapat menyatukan pikirannya terhadap ilmu yang dipelajari. Menurut sebagian ulama sebagaimana dikutip di dalam kitab faidulqodir menanggapi hadis yang lebih mengutamakan belajar di usia muda sebab orang dewasa lebih banyak kesibukannya. Pendapat ini juga diperkuat oleh Imam al-Ahnaf sebagaimana dikutip oleh Imam al-Mawardi di dalam kitab Adubuddun-ya wa-ddin. Beliau berkata: orang dewasa akalnya lebih sempurna, tetapi hatinya lebih mempunyai kesibukan, sedangkan para remaja relatif lebih sedikit kesibukannya karena belum mempunyai beban dan tanggung jawab mengurus orang lain, tanggung jawab pada keluarga dan lainnya. Bahkan, umumnya beban para remaja masih ditanggung oleh orang tuanya atau saudaranya yang lebih tua.
            Para remaja lebih mempunyai kesempatan mengonsentrasikan dirinya terhadap pengetahuan. Umar bin Khottob pernah berkata sebagaimana dikutip oleh Imam al-Mawardi di dalam kitab Adabuddun-ya wa-ddin” Belajarlah kalian sebelum menjadi seorang pemimpin”. Apa yang disampaikan oleh sahabat Umar ini memberi isyarat bahwa belajar membutuhkan konsentrasi penuh. Ketika sudah menjadi seorang pemimpin, konsentrasi belajar akan berkurang. Hal itu disebabkan adanya tanggungjawab yang harus dipikulnya sebagai seorang pemimpin. Imam as-Syafi’i juga pernah menyampaikan di dalam salah satu bait syairnya” tidak akan mendapatkan ilmu, kecuali pemuda (remaja) yang hatinya kosong dari pikiran-pikiran dan kesibukan”. Jadi, adik-adik sebenarnya mempunyai peluang untuk memperbanyak membaca dibandingkan mereka yang sudah tua dan mempunyai banyak kesibukan dan tanggungjawab.

Riwayat Hidup Az-Zarnuzi
            Nama lengkapnya adalah Burhanuddin al-Islam Az-Zarnuzi. Dikalangan para ulama belum ada kepastian mengenai tanggalkelahirannya. Adapun mengenai kewafatannya, setidaknya ada dua pendapat yang dapat dikemukakan disini. Pertama : Pendapat yang mengatakan bahwa Burhanuddin Az-Zarnizi wafat pada tahun 591 H./ 1195 M. sedangkan pendapat yang kedua mengatakan bahwa ia wafat pada tahun 840 H./1243 M. Sementara itu adapula yang mengatakan bahwa burhanuddin Az-Zarnuzi hidup semasa dengan ridlo ad-Din an-Naisaburi yang hidup antara tahun 500-600 H.

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Rosulullah melakukan kegiatan-kegiatan pendidikan, seperti mengadakan pembelajaran (ta’lim) kepada para sahabat-sahabatnya untuk mengetahui ajaran-ajaran Islam sehingga Rosulllah membuat komplek belajar yang di sebut “ Darul Arqam”. Darul Arqam merupakan salah satu bukti perhatian rosuluullah terhadap proses belajar dan pembelajaran. Pendididkan pada masa Rosulullah dapat dibedakan menjadi dua periode : periode Makkah dan periode Madinah.
Pada periode Mqakkah yaitu sejak nabi di utus sebagai rosul hingga hijrah ke madinah, kurang lebih sejak tahun 611-622 M. system pendidikan Islam bertumpuh kepada nabi, seakan akan tidak ada yang mempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan materi-materi tentang pendidikan, salain nabi. Nabi awalnya melakukan pendidikan secara sembunyi-sembunyi, terutama kepada keluarganya, disamping dengan berpdato dan ceramah, juga memberi pengajaran  dari ayat-ayat AlQur’an
Pada periode Madinah pada tahun 622-632 M. Usaha pendidikan nabi yang pertama adalah membangun masjid. Melalui pendidikan masjid ini nabi mengajak belajar dalam pndidikan Islam
Konsep pembelajaran yang di kemukakan oleh Az-Zarnuzi secara monumental di tuangkan dalm karyanya yaitu: “Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum” kitab ini banyak dikuasai sebagai suatu karaya yang jenial dan menumental serta sangat di perhitungkan keberadaannya. Kitab ini banyak pula dijadikan bahan rujukan, terutama dari bidang pendidikan. Keistimewaan lainnya dari kitab “Ta’lim al-Muta’allim Thuruq al-Ta’allum” tersebut terletak pada materi yang terkandung. Sekalipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membicarakan tentang metode belajar, namun selain itu juga membahas tentang tujuan belajar, prinsip belajar, strategi belajar dan lain sebagainya yang secara keseluruannya didasarkan pada moral religious. Di Indonesia, kitab “Ta’lim al-Muta’allim” dikaji dan di pelajari hamperdi setiap lembaga pendididkan Islam, terutama di lembaga pendidikan klasik tradisional seperti Pesantren.
DAFTAR PUSTAKA

Suwendi, M.Ag. Sejarah & pemikiran pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Gratindo Persada, 2004.
Nizar Samsul M.A. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat pers, 2002.
Yunus Mahmud, Prof. Dr. H.  Sejarah pendidikan Islam, Jakarta: P.T. Hidakarya Agung, 1989


[1] ( Sejarah & pemikiran pendidikan Islam. hal:7,8,9,10,11)

                                                                                                                                                                             
[3] Filsafat Pendidikan Islam hal: 41

[4] Filsafat Pendidikan Islam hal; 47

.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar